Awal Muharram 1435H
Assalamualaikum....
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
Salam maal hijrah 1435H
Moga tahun baru ini kita semua lebih berjaya dan lebih bahagia dan
moga hari-hari yg mendatang lebih baik dari hari sebelumnya….
Sambutan Maal Hijrah ini merupakan kesinambungan dalam
memperingati dan menghayati peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Mekah
ke Madinah yang telah mengubah senario dan lanskap dunia. Umat Islam
pada ketika itu telah berubah daripada umat yang ditindas kepada umat
yang kuat dan gagah dan mampu memerintah dan mentadbir Madinah
sekaligus memiliki kerajaan sendiri. Makanya umat Islam telah bebas
bergerak menyampaikan dan mengembangkan dakwah Islam ke mana sahaja. Maka sama2lah kita menghayatinya.... Jadikan diri kita berharga untuk agama, bangsa dan negara!
Erti Muharram
Kata Muharram, secara etimologinya diambil dari kata Arab
“Harrama-Yuharrimu-Tahriiman-Muharrimun-wa-Muharramun”, yang berarti
“diharamkan”. Yakni, Muharram adalah sesuatu yang dihormati / yang
terhormat dan yang diharamkan (dari hal-hal yang tidak baik).
Sebagaimana tertulis dalam sejarahnya, bahwa pada bulan Muharram ini
umat Muslim diharamkan Allah untuk berperang.
Bulan Muharram adalah bulan yang pertama dan salah satu dari 12 bulan
dalam kelendar hijriah yang tercantum pada Kitabullah, sejak Allah SWT
menjadikan alam semesta. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya bilangan
bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram
(Maksudnya ialah: bulan Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab).
Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri
(Maksudnya janganlah kamu menganiaya dirimu dengan mengerjakan
perbuatan yang dilarang, seperti melanggar kehormatan bulan itu dengan
mengadakan peperangan) kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah
kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu
semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang
bertakwa”. (QS. Al Taubah: 36).
Adapun kata-kata “hijrah” dan pecahan katanya, dalam Alqur`an ada lebih
dari 30 kata. Kata-kata hijrah dirangkai dengan kata-kata “iman” dan
“jihad”. Hal itu menunjukkan bahwa hijrah itu adalah suatu tingkat dalam
perjuangan (jihad) yang berlandaskan kepada keimanan. Firman Allah SWT:
“Orang-orang yang beriman, yang berhijrah dan berjihad pada jalan Allah
dengan harta benda dan dirinya, lebih tinggi derajatnya pada sisi
Allah, Mereka itulah orang-orang yang menang. Tuhan menyampaikan berita
gembira kepada mereka dengan beroleh rahmat, ridhaNya dan surga yang di
dalamnya mereka memperoleh nikmat yang abadi”. (QS. At-Taubah: 20-21).
Derajat yang tinggi dari Allah SWT tersebut merupakan penghargaan bagi
orang-orang yang berjuang, berjihad dan berkurban demi agamaNya.
Perjuangan harus dilandasi dengan iman yang kuat dan mendalam. Jihad
adalah upaya dengan sungguh-sungguh sehingga nampak jelas garis pemisah
antara yang hak dan yang batil.
Pada tahun baru Hijriyah, Muharram, bagi orang yang tidak atau kurang
mengerti tentang Islam, mereka akan memperingatnya dengan cara yang
kurang tepat karena bertitik tolak dari anggapan yang kurang tepat pula.
Mereka yang demikian tersebut menganggap Muharram (syura) adalah bulan
keramat, angker, atau naas dan berbahaya. Oleh karena itu, peringatan
yang diadakan juga bermacam-macam, antara lain; begadang semalam suntuk,
berjalan (pawai) semalam suntuk, mengadakan sesaji ke laut atau
tempat-tempat yang dianggap keramat, mandi keramas (berendam) supaya
awet muda, memandikan (marangi) pusaka, seperti keris, tombak dan lain
sebagainya.
Demikian itu mereka lakukan kerana menurut keyakinannya, mereka takut
celaka, takut kena musibah, dan sejenisnya. Padahal sebenarnya hal
tersebut sama sekali tidak diajarkan oleh Islam, bahkan hal itu bisa
menghantar pelakunya pada jurang kesyirikan (musyrik), na’udzu billah
min dzaalik.
Di sini, yang paling relevan untuk dilakukan adalah apa yang pernah
diketengahkan oleh Amirul Mukminin, Umar Ibn Khaththab: “ Haasibuu
anfusakum qabla an tuhasabuu ” (Perbetulkan diri kalian, sebelum kalian
semua diperbetulkan (di akhirat) kelak). Dalam ungkapan itu yang dimaksud
adalah seruan pada umat secara kolektif untuk bermuhasabah diri pada apa
yang pernah dilakukan tahun-tahun sebelumnya. Bukan berfoya-foya,
berpesta-ria, ber-SEPHIA-mesra (Sabu-Ekstasi-Putaw-Heroin-Inex-Alkohol)
dan ber-vulgaria bersama penjaja cinta sebagaimana yang dilakukan oleh
(sebagian) orang-orang Barat.
Betapa sangat terpuji dan mulianya jika dana pesta-pesta tersebut,
sarana dan prasana penyambutan tahun baru yang tidak bermanfaat itu
dilokasikan kepada mereka yang masih selalu menjerit kelaparan,
merintih kehausan, menangis kehilangan papan (tempat tinggal), menggigil
kedinginan dan yang mengerang kepanasan. Masih adakah empati kita pada
mereka? Ataukah empati itu sudah tertutup dengan dinding tebal apatis
dan egois kita?
Anjuran Dalam Bulan Muharram
Rasulullah SAW menganjurkan kepada ummatnya untuk memetik nilai-nilai rohaniah dari kejadian-kejadian tersebut dan menjadikannya hari peningkatan ibadah dan amal, yaitu dengan berpuasa pada bulan Muharram. Sebagaiamana dijelaskan dalam sabdanya: “Puasa pada hari Asyura menghapuskan dosa-dosa (kecil) pada setahun yang lampau”. (HR Muslim). Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata: Rasululullah saw. Bersabda: “Jika Aku masih hidup tahun depan, niscaya aku akan benar-benar berpuasa pada hari “tasua’ (9 Muharram). (HR. Muslim & Ibnu Majah), yakni demikian itu untuk membedakan kebiasaan kaum yahudi yang suka berpuasa pada tanggal 10 Muharram untuk mengenang sejarah keselamatan Nabi mereka, Musa as. Dan dijelaskan pula bahwa Rasul saw wafat terlebih dahulu sebelum menjalankan puasa di hari tasu’a (9 Muharram) tadi.
Begitu juga dianjurkan pada hari tersebut melakukan perbuatan kebajikan, yang termasuk dalam kategori amal saleh seperti menyantuni fakir miskin, anak yatim, orang-orang lemah dan sengsara, kaum atau keluarga yang membutuhkan pertolongan dan lain-lain. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang melapangkan (memberi) keluarganya dan ahlinya pada hari Asyura, maka Tuhan akan memberikan kelapangan padanya selama satu tahun”. (HR Baihaqi)
Dengan memahami hadits-hadits tersebut, jelaslah bahwa hari Asyura itu adalah hari untuk beribadah dan beramal serta hari untuk merenungi sejarah. Juga sebagai hari ‘inayatullah (pertolongan Allah), bertaubat, dan minta pertolongan Allah, kususnya mulai tanggal 1 hingga 10 Muharram. Rasulullah SAW mulai mengerjakan puasa ‘Asyura setelah hijrah ke kota Madinah dan sebelum turun ayat mewajibkan puasa Ramadhan.
Dalam suatu riwayat, Said bin Jubair dari Abbas RA mengatakan, ketika Nabi SAW baru hijrah ke Madinah mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka beliau bertanya kepada mereka tentang hal itu, jawab mereka “Hari ini Allah memenangkan Musa dan Bani Israil terhadap Fir’aun dan kaumnya, maka kami puasa karena menganggungkan hari ini”. maka Nabi pun bersabda: “Kami lebih layak mengikuti jejak Nabi Musa dari pada kamu”.
Rasulullah SAW menganjurkan kepada ummatnya untuk memetik nilai-nilai rohaniah dari kejadian-kejadian tersebut dan menjadikannya hari peningkatan ibadah dan amal, yaitu dengan berpuasa pada bulan Muharram. Sebagaiamana dijelaskan dalam sabdanya: “Puasa pada hari Asyura menghapuskan dosa-dosa (kecil) pada setahun yang lampau”. (HR Muslim). Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata: Rasululullah saw. Bersabda: “Jika Aku masih hidup tahun depan, niscaya aku akan benar-benar berpuasa pada hari “tasua’ (9 Muharram). (HR. Muslim & Ibnu Majah), yakni demikian itu untuk membedakan kebiasaan kaum yahudi yang suka berpuasa pada tanggal 10 Muharram untuk mengenang sejarah keselamatan Nabi mereka, Musa as. Dan dijelaskan pula bahwa Rasul saw wafat terlebih dahulu sebelum menjalankan puasa di hari tasu’a (9 Muharram) tadi.
Begitu juga dianjurkan pada hari tersebut melakukan perbuatan kebajikan, yang termasuk dalam kategori amal saleh seperti menyantuni fakir miskin, anak yatim, orang-orang lemah dan sengsara, kaum atau keluarga yang membutuhkan pertolongan dan lain-lain. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang melapangkan (memberi) keluarganya dan ahlinya pada hari Asyura, maka Tuhan akan memberikan kelapangan padanya selama satu tahun”. (HR Baihaqi)
Dengan memahami hadits-hadits tersebut, jelaslah bahwa hari Asyura itu adalah hari untuk beribadah dan beramal serta hari untuk merenungi sejarah. Juga sebagai hari ‘inayatullah (pertolongan Allah), bertaubat, dan minta pertolongan Allah, kususnya mulai tanggal 1 hingga 10 Muharram. Rasulullah SAW mulai mengerjakan puasa ‘Asyura setelah hijrah ke kota Madinah dan sebelum turun ayat mewajibkan puasa Ramadhan.
Dalam suatu riwayat, Said bin Jubair dari Abbas RA mengatakan, ketika Nabi SAW baru hijrah ke Madinah mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka beliau bertanya kepada mereka tentang hal itu, jawab mereka “Hari ini Allah memenangkan Musa dan Bani Israil terhadap Fir’aun dan kaumnya, maka kami puasa karena menganggungkan hari ini”. maka Nabi pun bersabda: “Kami lebih layak mengikuti jejak Nabi Musa dari pada kamu”.
Jadi sebagai umat Islam sama2 lah kita berazam untuk
membuat satu hijrah dalam diri kita pada tahun ini. Sama berazam agar
lakukan solat pada waktunya. Tinggalkan perkara yg dapat mendatangkan
maksiat dan dosa. Menguatkan amal kebajikan dan memohon agar Allah SWT
mempermudahkan segala urusan kita. Bersama kita melakukan perubahan.